Ketika anak pertamaku, Mumu, begitu dia biasa dipanggil, mengenyam pendidikan pertamanya disebuah Playgroup diusia belum genap 3 tahun, aku amat sangat shock ketika melihat teman-temannya yang lain sudah mengenal banyak berbagai macam nama buan, sayur, dan sudah bisa angka2 dari 1-10 dll …sementara Mumu belum banyak mengenal dan kusadari karena akulah yang belum pernah mengajarinya dengan seksama. Bahkan seingatku, tidak banyak anakku punya mainan2 miniaturnya ataupun gambar2 yang bisa sekaligus mengenalkannya. Walaupun ketika aku mengajaknya mengaduk adonan didapur, membelikannya puzzle atau balok2 untuk dimainkan, aku hanya sekedar tahu bahwa itu hal yang bagus untuknya.
Padahal profesiku dulu adalah seorang pengajar, walau bukan pengajar untuk balita, bahkan ketika aku akan melepaskan pekerjaanku itu, dengan didukung keluargapun, aku berpikir bahwa nantinya aku akan mengajar anak-anakku, yang artinya seperti aku tidak melepaskan pekerjaanku sepenuhnya malah bagus karena bisa mengajar anak sendiri. Tapiiiii.. mengajar anak-anakku itu nantinya dalam pikiranku saat itu adalah membantu mereka dengan pelajaran disekolah, sementara belajar sebelum sekolah, tidak terlintas sedikitpun . Akupun seperti terlupa kalau saat aku kecil, aku bisa bereksperimen dengan tanaman, bahan-bahan di dapur, belajar dengan alam bahkan bisa membaca dan menulis sebelum aku mengenal sekolahan, yang artinya orang tuaku lah guru pertamaku.
Alarm yang menyadarkanku benar-benar itupun datangnya dari Mumu sendiri, ketika masa kelas Playgroupnya sudah mau selesai, Mumu kecil sudah mulai menolak & uring2an pergi kesekolah. Membuat aku dan suami sepakat untuk menundanya melanjutkan ke tingkat berikutnya tapi dengan catatan aku yang akan meneruskan pendidikannya yang tertunda ini di rumah. Aku mulai mencari tema2 seputar pelajaran anak usia dini di internet, mulai mengumpulkannya, menyesuaikan dengan kebutuhan Mumu dan mulai menyusun kelengkapannya dll untuk memulai memperkenalkannya dengan Mumu. Tapi saat itu hanya MEMPERKENALKAN kepada Mumu yang kupikirkan, agar dia tidak tertinggal seperti waktu disekolah, selebihnya belum ada arah kemana. Sampai pas sekali bertemu dengan instagram Indonesia Montessori.
Dimataku, Montessori Di Rumah mengajarkan lebih dari hanya sekedar MENGENALKAN, oke mengenalkan mungkin awalnya tapi selebihnya ini mengajarkan anak step by step secara perlahan tetapi detail tentang sesuatu hal dan berbagai macam hal yang tidak hanya berguna untuk saat ini tetapi juga untuk nantinya. Karena itulah ketika mengenal Montessori melalui IMC aku membaca dan mempelajarinya dan amat sangat menyukainya, menurutku ini sangat masuk akal, sangat cocok untuk anak-anak yang punya rasa keingintahuan tinggi sehingga kemudian menerapkannya kependidikan Mumu dirumah, mengubah banyak tema-tema pelajaran yang sudah kususun sebelumnya dan menyesuaikannya.
Tidak mudah memang awalnya, dengan sambil mengasuh 2 anak tanpa bantuan nanny, tiap bulan aku harus menyusun tema apa yang harus diberikan untuk 4 minggu, dan tiap minggu mempersiapkan permainan apa saja yang bisa disiapkan seminggu kedepan, alat2 bantu apa saja yang diperlukan, dll. Apalagi saat itu tidak banyak toko-toko yang menjual alat-alat montessori, jadilah selain alat-alat yang mudah didapatkan dirumah, untuk beberapa alat aku harus putar otak menyesuaikan dengan alat-alat yang ada, bahkan ber-DIY tiap malam saat anak2 sudah tidur bahkan terkadang sampai dini hari pun aku lakukan, agar alat peraga atau permainan2 itu siap dan bisa dimainkan Mumu seminggu kedepan. Apalagi kadang tidak bisa sembarang DIY juga karena kalau hanya asal membuat tapi tujuannya tidak atau kurang tercapai ya sayang juga, makanya tidak pernah bisa aku membuat DIY brown stair ahahahahah karena bukan hanya ukuran yang diperlukan tetapi beratnya juga. Biarlah dia belajar dari yang serupa seperti botol-botol bekas minuman sekali pakai, dengan berbagai ukuran yang dijejerkan.
Dan ketika Mumu kembali memasuki TK pertamanya, akupun tetap melanjutkan pendidikan Mumu dirumah dengan metode Montessorinya. Terasa saling membantunya dengan yang diajarkan disekolah. Begitupun saat dia memasuki usia SD, misal saat dia mempelajari tentang pelajaran Sila-sila dari pancasila, aku menjadikan sila2 itu semacam puzzle sehingga dia bisa paham dengan cara yang menyenangkan dari hanya sekedar membaca tulisan dari buku.
Sekarang setelah usia Mumu 8tahun dan memasuki tahun kedua di SD-nya, MasyaAllah terkaget2 aku mendengar perkembangannya dari gurunya.. dia amat sangat mudah menerima pelajaran, bahasa yang digunakan saat menjawabpun sangat luas, daya analisanya sangat tajam, dia tidak hanya bisa mengerjakan soal dengan mudah bahkan dia bisa mengenali jika ada soal yg salah shingga tidak mungkin utk dijawab, sesuatu yang menurut gurunya tidak ditemukan di anak kelas 2 SD. Memang saat mengajari pelajaran sekolahnya sehari-hari, aku tidak merasa ada kesulitan, Mumu mudah sekali paham dengan penjelasan dan mudah untuk menjabarkannya kembali. Jadinya yang tadinya hanya membahas 1 bab bisa jadi sampai 3 bab karena terasa mudah dan dia pun menikmatinya.
Tidak terpikir sebelumnya saat menstimulasinya dulu bahwa hasilnya bisa seluar biasa ini. Membuatnya tidak ada drama dengan pelajaran sekolah & juga tidak kesulitan mengajarkannya mandiri & disiplin, bayangkan bukan hanya sekedar mandi sendiri, makan sendiri saja kemandirian yang bisa dia lakukan tetapi sampai membersihkan kamarnya sendiri, merapikan alat makannya bahkan soal keagamaan seperti sholat 5waktu pun disipilin itu dilakukannya sendiri sejak sebelum masuk ke SD.
Ditambah bonusnya, adiknya Ali yang hanya berjarak 2 tahun darinya dan juga ikut terstimulasi sembari saya menstimulasi Mumu dulu pun menjadi mandiri dan cerdas luar biasa. Tidak pernah ada cerita saya menemaninya masuk kelas bahkan dr kelas playgroup pertamanya, dan kemarin di usianya yang belum genap 6 tahun dia sudah mengerti perkalian, mengerti caranya dan bisa menghitung dengan tepat. MasyaAllah, perjuangan saya dl saat menstimulasi mereka diawal seperti tidak terasa lagi lelahnya sekarang setelah melihat hasilnya. Membuat saya tidak sabar juga dan makin semangat untuk mengulang hal yang sama pada anak ketiga saya, Zi, yang baru saja genap berusia setahun yang tentunya sambil tetap membantu kakak-kakaknya.
Dengan sedikit cerita pengalaman dari saya ini, saya berharap makin banyak para moms yang lebih menyadari pentingnya menstimulasi anak sejak dini, disaat golden age mereka, 0-5th. Entah moms bekerja diluar, freelance maupun bekerja dengan pekerjaan rumah tangga, luangkan sedikit waktu, bagi sedikit “me time” moms untuk menstimulasi balita moms. Jadikan itu PEKERJAAN PENTING moms juga, walau hanya sejam dalam sehari, 3 mainan atau hanya 3 buku dalam seminggu (karena bisa diulang2) tapi percayalah tidak ada usaha yang mengkhianati hasil, moms akan lebih punya banyak waktu “me time” nantinya ketika mereka melewati masa balitanya karena akan lebih mudah untuk menuntunnya daripada harus menuntut mereka nantinya.
Love,
~ Mom of 3 Sons ~
Thanks Vin, sudah dikasih kesempatan utk sharing ini, semoga #IMCMomSharing ini berguna untuk para moms hebat diluar sana